Aku dan Kata

        Kata adalah senjata, dengan kata kita bisa memberikan cinta, dengan kata kita bisa memberikan luka. Kata adalah doa, maka berkatalah baik agar doamu dikabulkan Tuhan. Pikirlah sebelum berkata, agar ucapmu tak jadi sesal. Agar kelak tak jadi bumerang.


Aku dan Kata

        Sabtu malam alias malam Minggu adalah malam yang banyak disukai dan digemari oleh orang-orang. Bukan malamnya yang menarik ataupun istimewa. Namun hari berikutnyalah yang disukai dan dinanti-nantikan. Setelah  bekerja selama lima atau enam hari. Tentulah setiap orang mendambakan hari tersebut untuk rehat sejenak, melepas penat dari rutinitas yang dijalaninya. 

        Membuat rencana menikmati liburan akhir pekan bersama keluarga, teman, ataupun sang kekasih. Begitupun dengan diriku. Sabtu malam adalah malam yang kusukai karna pada hari berikutnya aku bisa tidur dan bersantai sepuasnya. merefresh pikiran agar lebih semangat dalam bekerja. 

        Malam itu selepas shalat Isya, aku duduk di bangku teras depan rumahku. Sambil bermain hp menikmati indahnya malam, yang diterangi cahaya bulan dan taburan bintang. Alunan suara jangkrik yang saling sahut menyahut menambah syahdunya malamku dalam bersantai. 

        Saat asyik melihat beranda akun media sosialku, tiba-tiba sebuah pesan dari seorang teman masuk ke dalam aplikasi wa ku. Ternyata sebuah pesan ajakan untuk menikmati akhir pekan. Tanpa pikir panjang aku langsung mengetik pesan balasan dan menyetujui ajakan tersebut.

        Berawal dari kata persetujuan itulah pertualanganku dimulai. Setelah menyetujui ajakan tersebut, barulah aku mulai mengajukan satu persatu pertanyaan yang sebelumnya tak terlintas dibenakku. Ajakan liburan menikmati akhir pekan begitu menggoda, hingga tak terlintas satupun tanya. 

        Pertanyaan lazim yang ditanyakan tentulah kemana tujuannya dan dengan siapa saja akan pergi. Jawaban pesan selanjutnya lebih menyenangkan lagi, tujuannya ke museum Buya Hamka di Maninjau. Kebetulan sekali aku belum pernah kesana, tempat kelahiran seorang pujangga yang aku gemari. Di dalam benakku sudah terbayang apa yang akan aku lakukan saat sampai disana. Tentu saja melihat dan membaca karya-karya yang dimiliki oleh sang pujangga. 

        Namun, kesenanganku perlahan mulai memudar. Saat aku diberitahu bahwa kita hanya pergi bertiga. Bersama seorang teman lama, yang sudah hampir sepuluh tahun tak bersua dengan diriku. Yang terlintas dibenakku adalah aku akan menjadi orang ketiga diantara mereka. Karena kupikir mereka akan pergi berkencan. Mengajakku hanya akan membuat suasana jadi tak nyaman.

        Setelah dijelaskan barulah aku paham, bahwa mereka juga sudah mengajak yang lainnya. Hanya saja ajakannya tidak bersambut. Hanya padakulah ajakan tersebut bersambut. Sambil berbalas pesan, temanku yang bernama Dhari memberi saran agar mengajak temanku yang lainnya. Sebab semakin ramai akan lebih seru lagi, dan kupikir juga begitu.

      Singkat cerita, akhirnya didapatilah teman-teman yang akan ikut menikmati akhir pekan ini. Total semuanya ada enam orang. 2 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. 

      Karena ada beberapa orang tidak saling mengenal. Maka dibentuklah sebuah grup wa. Guna menyepakati waktu dan tujuan yang akan disinggahi. 

      Seperti di awal kesepakatan tujuannya ke museum Buya Hamka. Tetapi, setelah dari museum, ada yang mengusulkan untuk pergi ke air terjun gadih Ranti yang masih terletak di daerah Maninjau. 

       Aku yang tidak pernah kesana tentu saja menolak. Apalagi akan melalui rute-rute yang tidak pernah kutempuh. Namun, setelah dikirimkan gambar betapa indahnya air terjun itu. Tanpa pikir panjang kuiyakan saja usul tersebut. Dengan jawaban andalan yang masih kuingat sampai sekarang "terserah, aku ngikut saja".

        Akhirnya pagipun datang, Dhari temanku pagi sekali sudah datang ke rumah menjemputku. Dan mengabari kalau kami berkumpul di Simpang Bundaran Padang Baru.

     Setelah semuanya berkumpul. Barulah kami berangkat menuju ke tempat tujuan. Tujuan pertama kami mengunjungi museum Buya Hamka.

        Banyak cerita yang aku dapatkan disana. Kami disuguhi cerita tentang Buya. Bagaimna kehidupan Buya. Tentu saja disana ada berbagai macam karya Buya. 

       Disana juga terpajang silsilah keluarga  Buya Hamka atau dalam adat Minangkabau lebih dikenal ranji. Dari sanalah aku mengetahui bahwa hampir semua keluarga Buya Hamka adalah seorang ulama.

    Selain cerita Buya Hamka yang menakjubkan. Tempat masa kecil beliau juga menakjubkan. Udaranya sejuk, serta pemandangannya asri. Ditambah penduduknya yang ramah. Memberikan kesan yang mendalam bagi para pengunjungnya.

        Setelah beberapa lama disana, barulah kami berangkat menuju air terjun tersebut. Dengan membawa bekal seadanya. Kami menuju kesana. Diawal kupikir perjalanan menuju air terjunnya tidak terlalu sulit. Karena disepanjang perjalanan masih bisa kami tempuh dengan sepeda motor.

   Namun ternyata, perjalanan yang kutempuh dengan sepeda motor hanyalah sebagai pengantar saja. Perjalanan sebenarnya barulah dimulai saat temanku berhenti ditengah luasnya hamparan sawah. Dan tidak jauh dari sana terdapat perbukitan tempat air terjun itu berada.

    Sejenak aku terpikir, bahwa tak seharusnya aku mengucapkan kata andalan tersebut pada mereka. Jika sudah begini, aku juga yang susah. Ditambah dengan fisikku yang gampang sakit. Menempuh rute yang cukup extreme hanya akan membuat tubuhku makin mudah terserang penyakit. Namun, nasi sudah jadi bubur. Maka jalani saja, tempuh saja rutenya. Toh, mereka pasti tidak akan meninggalkanku.

      Perlahan namun pasti kami menempuh perjalanan menuju air terjun tersebut. Baru di pertengahan jalan saja, aku sudah kelelahan. Apalagi cuacanya juga kurang mendukung. Saat menempuh perjalanan, hujan lebat mengguyur kami. Menambah licinnya jalan yang kami tempuh. Terpeleset sedikit saja, maka akan jatuh ke jurang. Mengerikan sekali, pikirku.

        Dengan susah payah dan dibantu teman-temanku akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Pemandangannya benar-benar menakjubkan. Sesaat semua lelah yang kurasakan, saat menempuh perjalanan tadi hilang seketika. 

       Ternyata kata andalanku tidak buruk juga, ucapku dalam hati. Jika aku tidak mampu melawan rasa lelahku, mungkin aku tidak akan berkesempatan menikmati indahnya pemandangan air terjun ini. Percayalah, indahnya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Apalagi diabadikan lewat sebuah gambar. Keindahannya akan jauh lebih terasa saat dinikmati secara langsung.


      Dari sana aku belajar. Bahwa kata-kata yang kuucapkan bisa menjadi senjata ataupun bumerang bagiku. Maka dari itu sudah sepantasnya setiap kata yang kuucapkan aku pikirkan terlebih dahulu. Agar kata yang kuucapkan tidak menjadi bumerang yang akan menyakitiku.

    Namun kata-kata yang kuucapkan, dalam perjalanan kali ini, membawaku pada keindahan yang mempesona. Menambah rasa takjubku akan ciptaan Tuhan. Sungguh keindahan yang tak mampu kuceritakan dalam tulisan ini. 





      

         

        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengelola Blog bersama Mr. Bams

Trik menulis bagi pemula

Menulislah setiap hari